Pre Eklampsia Ringan

Posted On Juni 29, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Pre eklampsia ringan adalah sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endothel.

Kriteria diagnostik pre eklampsia ringan :
1. Desakan darah 140/90 – 160/110 mmHg; kenaikan darah sistolik 30 mmHg atau
lebih dan kenaikan darah diastolik 15 mmHg atau lebih, tidak dimasukkan
dalam kriteria diagnostik pre eklampsia tetapi perlu observasi yang cermat.
2. Proteinuria 300 mg/24 jam atau lebih jumlah urin atau dipstick +1 atau lebih.
3. Edema : lokal pada tungkai tidak dimasukkan dalam kriteria diagnostik kecuali
anasarka.

Pengelolaan pre eklampsia ringan dapat secara :
1. Rawat jalan (ambulatoir)
2. Rawat inap (hospitalisasi)

Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi sesuai keinginannya. Di
Indonesia tirah baring masih diperlukan.
2. Diet reguler : tidak perlu diet khusus.
3. Vitamin pre natal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.

Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :
1. Indikasi pre eklampsia ringan yang dirawat inap (hospitalisasi)
a. Hipertensi yang menetap selama lebih 2 minggu.
b. Proteinuria yang menetap selama lebih 2 minggu.
c. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
d. Adanya gejala atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat.
2. Pemeriksaan dan monitoring pada ibu
a. Pengukuran desakan darah setiap 4 jam kecuali ibu tidur.
b. Pengamatan yang cermat adanya edema pada muka dan abdomen.
c. Penimbangan berat badan pada saat ibu masuk rumah sakit dan
penimbangan dilakukan tiap hari.
d. Pengamatan dengan cermat gejala pre eklampsia dengan impending
eklampsia :
– Nyeri kepala frontal atau occipital.
– Gangguan visus
– Nyeri kuadran kanan atas perut
– Nyeri epigastrium
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Proteinuria dipstick pada waktu masuk dan minimal diikuti 2 hari setelahnya.
b. Hematokrit dan trombosit 2 kali seminggu.
c. Tes fungsi hepar 2 kali seminggu.
d. Tes fungsi ginjal dengan pengukuran kreatinin serum, asam urat dan BUN.
e. Pengukuran produksi urin setiap 3 jam (tidak perlu dengan kateter tetap).
4. Pemeriksaan kesejahteraan janin
a. Pengamatan gerakan janin setiap hari
b. NST 2 kali seminggu
c. Profil biofisik janin, bila NST non reaktif.
d. Evaluasi pertumbuhan janin dengan USG setiap 3-4 minggu.
e. Ultrasound Doppler arteri umbilikalis, arteri uterina.

Terapi medikamentosa :
1. Pada dasarnya sama dengan terapi ambulatoar.
2. Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda pre eklampsia dan umur
kehamilan 37 minggu atau lebih, ibu masih perlu diobservasi selama 2-3 hari
lalu boleh dipulangkan.

Pengelolaan obstetrik

Tergantung umur kehamilan :
a. Bila penderita tidak inpartu
– Umur kehamilan kurang 37 minggu
Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat dipertahankan sampai
aterm.
– Umur kehamilan 37 minggu atau lebih
1. Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus.
2. Bila serviks matang pada taksiran tanggal persalinan dapat dipertimbangkan
dilakukan induksi persalinan.
b. Bila penderita sudah inpartu
Perjalanan persalinan dapat diikuti dengan grafik Friedman atau partograf WHO.

Selama dirawat di rumah sakit dilakukan konsultasi pada :
1. Bagian penyakit mata
2. Bagian penyakit jantung
3. Bagian lain atas indikasi.

Sumber :
Pedoman Pengelolaan Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia. Kelompok Kerja Penyusunan Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. Ed. ke-2. 2005.

Perdarahan Antepartum

Posted On Juni 29, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada jalan lahir setelah kehamilan 20 minggu.(1)

Klasifikasi perdarahan antepartum yaitu :(2)
1. Plasenta previa
2. Solusio plasenta
3. Perdarahan antepartum yang tidak jelas sumbernya (idiopatik)

Ciri-ciri plasenta previa : (2)
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.

Ciri-ciri solusio plasenta : (2)
1. Perdarahan dengan nyeri
2. Perdarahan tidak berulang
3. Warna perdarahan merah coklat
4. Adanya anemia dan renjatan yang tidak sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya tiba-tiba
6. Waktu terjadinya saat hamil inpartu
7. His ada
8. Rasa tegang saat palpasi
9. Denyut jantung janin biasanya tidak ada
10. Teraba ketuban yang tegang pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala dapat masuk pintu atas panggul
12. Tidak berhubungan dengan presentasi

Plasenta Previa
_______________

Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). (2)

Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu : (2)
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup
oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir
pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir
pembukaan jalan lahir.

Etiologi plasenta previa belum jelas. (2)

Diagnosis plasenta previa : (2)
1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu
dan berlangsung tanpa sebab.
2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka
kepala belum masuk pintu atas panggul.
3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui
kanalis servikalis tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan
diatas meja operasi.

Penatalaksanaan plasenta previa : (2)
1. Konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).
2. Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati

Perawatan konservatif berupa :
– Istirahat.
– Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
– Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
– Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

Penanganan aktif berupa :
– Persalinan per vaginam.
– Persalinan per abdominal.

Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Plasenta previa marginalis
2. Plasenta previa letak rendah
3. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang,
kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya
sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin
pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi
kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.

Indikasi melakukan seksio sesar :
– Plasenta previa totalis
– Perdarahan banyak tanpa henti.
– Presentase abnormal.
– Panggul sempit.
– Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
– Gawat janin

Pada keadaan dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan pemasangan cunam Willet atau versi Braxton Hicks.

Solusio Plasenta
________________

Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh plasenta pada implantasi normal sebelum janin lahir. (2)

Klasifikasi solusio plasenta berdasarkan tanda klinis dan derajat pelepasan plasenta yaitu :
1. Ringan : Perdarahan kurang 100-200 cc, uterus tidak tegang, belum ada tanda
renjatan, janin hidup, pelepasan plasenta kurang 1/6 bagian permukaan, kadar
fibrinogen plasma lebih 120 mg%.
2. Sedang : Perdarahan lebih 200 cc, uterus tegang, terdapat tanda pre renjatan,
gawat janin atau janin telah mati, pelepasan plasenta 1/4-2/3 bagian
permukaan, kadar fibrinogen plasma 120-150 mg%.
3. Berat : Uterus tegang dan berkontraksi tetanik, terdapat tanda renjatan, janin
mati, pelepasan plasenta bisa terjadi lebih 2/3 bagian atau keseluruhan.

Etiologi solusio plasenta belum jelas. (2)

Penatalaksanaan solusio plasenta : (2)

Tergantung dari berat ringannya kasus. Pada solusio plasenta ringan dilakukan istirahat, pemberian sedatif lalu tentukan apakah gejala semakin progresif atau akan berhenti. Bila proses berhenti secara berangsur, penderita dimobilisasi. Selama perawatan dilakukan pemeriksaan Hb, fibrinogen, hematokrit dan trombosit.

Pada solusio plasenta sedang dan berat maka penanganan bertujuan untuk mengatasi renjatan, memperbaiki anemia, menghentikan perdarahan dan mengosongkan uterus secepat mungkin. Penatalaksanaannya meliputi :
1. Pemberian transfusi darah
2. Pemecahan ketuban (amniotomi)
3. Pemberian infus oksitosin
4. Kalau perlu dilakukan seksio sesar.

Bila diagnosa solusio plasenta secara klinis sudah dapat ditegakkan, berarti perdarahan yang terjadi minimal 1000 cc sehingga transfusi darah harus diberikan minimal 1000 cc. Ketuban segera dipecahkan dengan maksud untuk mengurangi regangan dinding uterus dan untuk mempercepat persalinan diberikan infus oksitosin 5 UI dalam 500 cc dekstrose 5 %.

Seksio sesar dilakukan bila :
1. Persalinan tidak selesai atau diharapkan tidak selesai dalam 6 jam.
2. Perdarahan banyak.
3. Pembukaan tidak ada atau kurang 4 cm.
4. Panggul sempit.
5. Letak lintang.
6. Pre eklampsia berat.
7. Pelvik score kurang 5.

Vasa Previa
___________

Vasa previa merupakan keadaan dimana pembuluh darah umbilikalis janin berinsersi dengan vilamentosa yakni pada selaput ketuban. (2)

Etiologi vasa previa belum jelas. (2)

Diagnosis vasa previa : (2)

Pada pemeriksaan dalam vagina diraba pembuluh darah pada selaput ketuban. Pemeriksaan juga dapat dilakukan dengan inspekulo atau amnioskopi. Bila sudah terjadi perdarahan maka akan diikuti dengan denyut jantung janin yang tidak beraturan, deselerasi atau bradikardi, khususnya bila perdahan terjadi ketika atau beberapa saat setelah selaput ketuban pecah. Darah ini berasal dari janin dan untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan tes Apt dan tes Kleihauer-Betke serta hapusan darah tepi.

Penatalaksanaan vasa previa : (2)

Sangat bergantung pada status janin. Bila ada keraguan tentang viabilitas janin, tentukan lebih dahulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotokografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesar segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.

Daftar Pustaka
______________

1. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan
Antepartum. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. I. Jakarta.
1991 : 9-13.
2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS, Ujung Pandang, 1997.

Sumber :
Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, dr. I.M.S. Murah Manoe, Sp.OG., dr. Syahrul Rauf, Sp.OG., dr. Hendrie Usmany, Sp.OG. (editors). Bagian / SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Rumah Sakit Umum Pusat, dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, 1999.

Diagnosis Kehamilan

Posted On Juni 29, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Kehamilan matur (cukup bulan) berlangsung kira-kira 40 minggu (280 hari) dan tidak lebih dari 43 minggu (300 hari). Kehamilan yang berlangsung antara 28 dan 37 minggu disebut kehamilan prematur sedangkan kehamilan yang lebih 43 minggu disebut kehamilan postmatur.

Menurut usia kehamilan, kehamilan dibagi menjadi :
1. Kehamilan trimester pertama (0-14 minggu)
2. Kehamilan trimester kedua (14-28 minggu)
3. Kehamilan trimester ketiga (28-42 minggu)

Gejala kehamilan tidak pasti :
– Amenore (tidak mendapat haid)
Penting diketahui tanggal dari hari pertama mendapat haid terakhir untuk
menentukan usia kehamilan dan taksiran partus. Rumus taksiran partus menurut
Naegele bila siklus haid sekitar 28 hari adalah tanggal dijumlah 7 sedangkan
bulan dikurangi 3.
– Nausea (enek) dengan atau tanpa vomituus (muntah)
Sering terjadi pagi hari pada bulan-bulan pertama kehamilan, disebut morning
sickness.
– Mengidam (menginginkan makanan atau miinuman tertentu)
– Konstipasi / obstipasi
Ini disebabkan terjadinya penurunan peristaltik usus oleh hormon steroid.
– Sering kencing
Terjadi karena kandung kemih pada bulan-bulan pertama kehamilan tertekan
oleh uterus yang mulai membesar. Gejala ini akan berkurang perlahan-lahan lalu
timbul lagi pada akhir kehamilan.
– Pingsan dan mudah lelah
Pingsan sering dijumpai bila berada di tempat ramai pada bulan-bulan pertama
kehamilan lalu hilang setelah kehamilan 18 minggu.
– Anoreksia (tidak ada nafsu makan).

Tanda kehamilan tidak pasti :
– Pigmentasi kulit
Terjadi kira-kira minggu ke-12 atau lebih di daerah pipi, hidung dan dahi akibat
pengaruh hormon plasenta yang merangsang melanofor dan kulit. Ini dikenal
sebagai kloasma gravidarum.
– Leukore
Sekret serviks meningkat karena pengaruh peningkatan hormon progesteron.
– Epulis (hipertrofi papila gingiva)
Sering terjadi pada trimester pertama kehamilan.
– Perubahan payudara
Payudara menjadi tegang dan membesar karena pengaruh estrogen dan
progesteron yang merangsang duktuli dan alveoli payudara. Daerah areola
menghitam karena deposit pigmen berlebihan. Terdapat kolostrum pada
kehamilan lebih 12 minggu.
– Pembesaran abdomen
Jelas terlihat setelah kehamilan 14 minggu.
– Suhu basal meningkat terus 37,2-37,8 dderajat selsius
– Perubahan organ-organ dalam pelvik :
a. Tanda Chadwick : vagina livid, terjadi pada kehamilan kira-kira 6 minggu.
b. Tanda Hegar : segmen bawah uterus lembek pada perabaan.
c. Tanda Piscaseck : uterus membesar ke salah satu jurusan.
d. Tanda Braxton-Hicks : uterus berkontraksi saat dirangsang. Tanda uterus ini
khas pada masa kehamilan.
– Tes kehamilan

Tes kehamilan :
– Yang banyak dipakai adalah pemeriksaann hormon korionik gonadotropin (hCG)
dalam urin.
– Dasarnya adalah reaksi antigen-antiboddi dengan hCG sebagai antigen.
– Cara yang banyak digunakan adalah hemaaglutinasi.
– Kadar terendah yang dapat terdeteksi aadalah 50 iu/L.
– hCG dapat ditemukan pada hari pertama haid tidak datang.
– Tes yang dikenal antara lain Test Packk Plus hCG-Urine, Sure Step / Sure Strip,
Evatest, Event test, RST-hCG, Beta Gravindex, dsb.
– Hasil positif palsu dapat diperoleh paada penyakit trofoblas ganas.
– Dulu, reaksi yang biasa digunakan antaara lain reaksi Galli-Mainini, Friedman dan
Ascheim-Zondek.

Tanda pasti kehamilan :
– Terasa bagian janin dan balotemen sertta gerak janin pada palpasi.
– Terdengar bunyi jantung janin (BJJ) paada auskultasi. BJJ dapat terdengar saat
menggunakan stetoskop Laennec pada mulai kehamilan 18-20 minggu
sedangkan Doppler pada mulai 12 minggu.
– Terlihat gambaran janin dengan menggunnakan ultrasonografi (USG) atau scanning.
– Tampak kerangka janin pada pemeriksaann sinar X. Sekarang tidak digunakan
karena dampak radiasi terhadap janin.

Diagnosa banding kehamilan antara lain :
– Pseudosiesis, yaitu adanya gejala-gejaala seperti hamil karena adanya keinginan
kuat untuk hamil pada seorang wanita.
– Sistoma ovarii
– Mioma uteri
– Vesika urinaria dengan retensi urin
– Menopause.

Sumber :
Kapita Selekta Kedokteran. Editor Mansjoer Arif (et al.) Ed. III, cet. 2. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.

Endometriosis

Posted On Juni 29, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Endometrium :
– Lapisan dalam dinding kavum uteri, norrmal tidak terdapat di tempat lain.
– Endometrium terdiri atas jaringan ikatt / stroma dan sel-sel selapis kubis yang
berproliferasi dan menebal setelah haid lalu runtuh pada saat haid.
– Siklus endometrium juga dipengaruhi olleh poros hipotalamus-hipofisis-ovarium.
– Puncak LH hipofisis terjadi 24-36 jam sebelum ovulasi.
– Estradiol dihasilkan sel teka interna folikel dan pasca ovulasi sel teka tersebut
berubah menjadi sel lutein yang menghasilkan progesteron.

Endometriosis adalah pertumbuhan abnormal dari kelenjar dan stroma endometrium di luar uterus. Atau terdapatnya kelenjar atau stroma endometrium di tempat / organ lain selain dinding kavum uteri.

Patogenesis endometrium diterangkan oleh beberapa teori diantaranya teori histogenesis, teori metaplasia coelomik dan teori induksi.

Teori histogenesis menerangkan bahwa endometriosis terjadi akibat adanya regurgitasi tuba epitel menstruasi – implantasi jaringan endometrium pada tempat abnormal tersebut. Faktor determinasi yang diperkirakan abnormal adalah regurgitasi darah haid / menstruasi retrograd (darah haid yang tidak keluar melalui serviks mengalir ke tuba – ovarium dan keluar ke rongga peritoneum) kemudian tumbuh berkembang karena organ yang ditempati tidak mengadakan reaksi penolakan (karena bukan benda asing / antigen).

Teori histogenesis : transplantasi, metastasis limfatik / vaskuler. Faktor determinasi adalah respon imunologik yang rendah, faktor genetik, status hormon steroid dan hormon pertumbuhan.

Teori metaplasia coelomik : menerangkan pertumbuhan endometrium di vagina padahal tidak ada hubungan vaskularisasi antara keduanya. Diperkirakan primer berasal dari sisa jaringan yang terdapat sejak perkembangan embrionik (saluran Muller). Demikian juga pada organ-organ yang berasal dari saluran Muller lainnya.

Teori induksi : lanjutan dari teori metaplasia, diperkirakan faktor biokimia endogen menginduksi perkembangan sel peritoneal yang tidak berdiferensiasi menjadi jaringan endometrium.

Pasca Operasi Uterus

(Misalnya miomektomi atau seksio sesar) dapat terjadi lapisan endometrium melekat atau terjahit dengan miometrium kemudian tumbuh menjadi endometriosis.

Teori yang diterima akhirnya adalah patogenesis multifaktorial : genetik, imunologi, endokrin dan mekanik.

(Endometriosis : “the disease of many theoris in gynecology” seperti halnya dengan pre eklampsia pada obstetri)

Kemungkinan lokasi endometriosis :
– Endometriosis interna : dibagian lain uterus misalnya serviks dan isthmus.
– Endometriosis eksterna : di luar uteruus.
– Adenomiosis : endometrium di dalam lappisan miometrium.
– Endometrioma : endometrium dalam ovariium – kista coklat.
– Pada organ / tempat lain misalnya di ppermukaan / dinding usus, cavum Douglasi,
ligamen-ligamen, dan sebagainya. Jaringan endometrium ektopik ini
berproliferasi, infiltrasi dan menyebar ke organ-organ tubuh. Ditemukan 20-25 % pada
laparatomi pelvis. Terbanyak ditemukan pada usia 30-40 tahun.

Pertumbuhan endometrium di tempat lain dapat menimbulkan reaksi inflamasi. Pada haid dapat menimbulkan sakit hebat karena :
– Perdarahan intraperitoneal.
– Perlengketan (tertahan pada pergerakann).
– Akut abdomen.

Endometriosis peritoneum :
– Warna merah (aktif/baru) atau coklat hhitam (sudah lisis) atau putih (fibrosis).
– Dapat hipervaskuler (lesi aktif) atau avaskuler (lesi baru atau fibrosis).
– Permukaan rata atau menonjol atau iregguler.
– Letak superfisial (di permukaan organ / peritoneum) atau profunda (invasif ke
organ).

Lokalisasi sering :
– Ovarium, biasanya bilateral (65%).
– Lapisan serosa uterus, peritoneum pelvvis.
– Kolon sigmoid / kavum Douglasi, ligameentum sakrouterinoma / latum, tuba
Fallopii.
– Vagina, serviks, dan usus.
– Paru, mukosa vesika uterina / saluran kemih, umbilikus, ginjal dan kaki (jarang).

Gejala dan tanda klinik :
– Nyeri pelvis / abdomen difus pada lokaasi tertentu.
– Teraba nodul atau nyeri pada ligamentuum sakrouterina, dinding belakang uterus
dan cavum Douglasi.
– Gerakan terbatas & nyeri pada genitaliia interna.
– Uterus retroversi dan terfiksasi.
– Teraba massa tumor dan nyeri tekan di adneksa.
– Dinding forniks posterior vagina memenndek.

Pemeriksaan penunjang diagnostik :
– Ultrasonografi : gambaran bintik-bintiik salju
– Laparatomi / laparaskopik.
– Assay Ca 125.

Penampilan endometriosis :
– Infertilitas primer (26-39 %)
– Infertilitas sekunder (12-25 %)
– Nyeri panggul kronik (4-65 %)
– Dismenorhea (7-32 %)
– Massa / kista ovarium (10-35 %)
– Bercak / spotting pre menstruasi (35 %%)
– Nyeri akut abdomen, ileus obstruktif, kolik ureter (jarang).

Selain itu sering terdapat keluhan dispareunia, tumor pelvik, gangguan haid, nyeri perut saat defekasi (diskezia) dan nyeri pinggang.

Diagnosa banding : tumor ovarium, mioma multipel, karsinoma rektum, penyakit radang panggul dan metastasis tumor di cavum Douglasi.

Klasifikasi Endometriosis Acosta 1973
1. Ringan :
– Endometriosis menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterior cavum
Douglasi / permukaan ovarium / peritoneum pelvis.
2. Sedang :
– Endometriosis pada 1 atau kedua ovarium disertai parut dan retraksi atau
endometrioma kecil.
– Perlekatan minimal juga di sekitar ovarium yang mengalami endometriosis.
– Endometriosis pada anterior atau posterior cavum Douglasi dengan parut dan
retraksi atau perlekatan tanpa implantasi di kolon sigmoid.
3. Berat :
– Endometriosis pada 1 atau 2 ovarium ukuran lebih dari 2 x 2 cm2.
– Perlekatan 1 atau 2 ovarium / tuba fallopii / cavum Douglasi karena
endometriosis.
– Implantasi / perlekatan usus dan / atau traktus urinarius yang nyata.

Penatalaksanaan Endometriosis

Prinsip :
– Terapi medikamentosa untuk supresi horrmon.
– Intervensi surgikal untuk membuang impplant endometriosis.

Objektif :
– Kontrol nyeri pelvik kronik (terapi obbat saja).
– Penatalaksanaan infertilitas (terapi oobat dan pembedahan).
– Penataksanaan endometrioma (terapi pemmbedahan).
– Tumor ekstragenital / ekstrapelvik (teerapi obat dan pembedahan).
– Pencegahan kekambuhan (terapi optimaliisasi pra bedah).
– Penatalaksanaan asimptomatik (obat horrmonal / non hormonal), bedah.

Pengobatan hormonal :
– Progesteron : MDPA
– Danazol (17-alfa-etinil-testosteron)
– Kombinasi estrogen-progesteron : pil kkontrasepsi.
– Anti progestasional : etilnorgestrienoon / gestrinon.
– Agonis GnRH : leuprolid asetat, gosereelin, buserelin asetat, nafarelin, histrelin,
lutrelin.

Efek yang diharapkan :
– Progesteron (medroxyprogesteron) : dessidualisasi dan atrofi endometrium serta
inhibitor gonadotrofik yang kuat.
– Kombinasi estrogen / progesteron (pil kontrasepsi) : “pseudo pregnancy”,
desidualisasi dan pertumbuhan endometrium diikuti atrofi endometrium.
– Antiprogestasional : anti progestogeniik dan estrogenik melalui aktivasi degradasi
enzim lisosomal sel.
– GnRH agonist : menyebabkan kadar estroogen menurun seperti pada saat
menopause.
– Testosteron : mensupresi LH & FSH, mennghambat pertumbuhan endometriosis.
– Untuk terapi nyeri dapat digunakan inhhibitor prostaglandin-sintetase.

Obat yang sekarang banyak dipakai dan dikembangkan : agonis GnRH.
Mekanismenya : suplai hormon – internalisasi – dikenali oleh mRNA – sintesis protein.
GnRH : hormon untuk menghasilkan gonadotropin.

Agonis GnRH : regulasi luluh reseptor GnRH pada sel gonadotropin hipofisis.
– Penekanan sekresi dan sintesis FSH dann LH hipofisis.
– Supresi ovarium : hambatan pematangan folikel dan hambatan produksi estradiol.

Diharapkan hipoestrogenisme akan menghambat pertumbuhan berlebihan jaringan endometriosis.

Selama sekitar 24 minggi, GnRH agonis akan memberikan efek :
1. Amenorhea
2. Gangguan reseptor estrogen (misalnya payudara mengecil).
3. Gangguan psikis atau neurologis.
4. Gangguan dalam hubungan seksual.

Pengobatan surgikal : untuk membersihkan fokus / implant endometriosis.

Permasalahan seputar endometriosis :
– Prevalensi – faktor predisposisi.
– Mekanik (peningkatan tekanan intraabdoominal / intrauterin, pencetus regurgitasi.
– Implantasi pasca retrograd menstruasi..
– Imunitas.
– Perlindungan terhadap kesehatan kerja : efisiensi, kenyamanan kerja.
– Peningkatan biaya pengobatan / perawattan kesehatan (health-cost maintenance).
– Masalah kesehatan reproduksi di masa ddepan.

Pencegahan :
– Tidak menunda kehamilan.
– Tidak melakukan kerokan / kuret pada wwaktu haid.
– Pemeriksaan ginekologi teratur.

Sumber :
Vasateam. Catatan Kuliah Obstetri & Ginekologi Plus. Jakarta. 1999.

Pendarahan Uterus Abnormal

Posted On Juni 29, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Secara umum, penyebab perdarahan uterus abnormal adalah kelainan organik (tumor, infeksi), sistemik (kelainan faktor pembekuan), dan fungsional alat reproduksi.

Hipermenore
____________

Hipermenore adalah perdarahan haid yang jumlahnya banyak, ganti pembalut 5-6 kali per hari, dan lamanya 6-7 hari. Penyebabnya adalah kelainan pada uterus (mioma, uterus hipoplasia atau infeksi genitalia interna), kelainan darah, dan gangguan fungsional. Keluhan pasien berupa haid yang banyak. Pada setiap wanita berusia 35 tahun harus dilakukan kuretase diagnostik untuk menyingkirkan keganasan.

Hipomenore
___________

Hipomenore adalah perdarahan haid yang jumlahnya sedikit, ganti pembalut 1-2 kali per hari, dan lamanya 1-2 hari. Penyebabnya adalah kekurangan estrogen & progesteron, stenosis himen, stenosis serviks uteri, sinekia uteri (sindrom Asherman). Sinekia uteri didiagnosis dengan histerogram atau histeroskopi.

Metroragia
__________

Metroragia adalah perdarahan dari vagina yang tidak berhubungan dengan siklus haid. Perdarahan ovulatoir terjadi pada pertengahan siklus sebagai suatu spotting dan dapat lebih diyakinkan dengan pengukuran suhu basal tubuh. Penyebabnya adalah kelainan organik (polip endometrium, karsinoma endometrium, karsinoma serviks), kelainan fungsional dan penggunaan estrogen eksogen.

Menoragia
__________

Perdarahan siklik yang berlangsung lebih dari 7 hari dengan jumlah darah kadang-kadang cukup banyak. Penyebab dan pengobatan kasus ini sama dengan hipermenorea.

Amenore
________

Bila tidak haid lebih dari 3 bulan baru dikatakan amenore, diluar amenore fisiologik. Penyebabnya dapat berupa gangguan di hipotalamus, hipofisis, ovarium (folikel), uterus (endometrium) dan vagina. Kasus-kasus yang harus dikirim ke dokter ahli adalah adanya tanda-tanda kelaki-lakian (maskulinisasi), adanya galaktorea, cacat bawaan, uji estrogen & progesteron yang negatif, adanya penyakit lain (tuberkulosis, penyakit hati, diabetes melitus, kanker), infertilitas atau stress berat.

Anamnesis yang perlu dicari adalah usia menars, pertumbuhan badan, adanya stress berat, penyakit berat, penggunaan obat penenang, peningkatan atau penurunan berat badan yang mencolok. Pemeriksaan ginekologik yang dilakukan adalah pemeriksaan genitalia interna / eksterna. Pemeriksaan penunjang berupa uji kehamilan dan uji progesteron.

Sumber :
Kapita Selekta Kedokteran. Editor Mansjoer Arif (et al.) Ed. III, cet. 2. Jakarta : Media Aesculapius. 1999.

Diabetes Melitus II (pada kehamilan)

Posted On Juni 29, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.

Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.

Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes gestasional antara lain dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes dan obat antidiabetis oral, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Jadi usahakan pada semua penderita hamil untuk memilih pengobatan dengan pengaturan diet dan antibiotika oral dulu dan bila tidak tercapai keadaan kadar gula darah yang normal baru disuntik dengan insulin. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien.

Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis. Jumlah kalori untuk diet = berat badan ideal wanita hamil x (25-30)kalori + ekstra 200 – 300 kalori dengan perincian minimal 200 gr hidrat arang dan protein (1,5 – 2) gr/kg BB ideal.

Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam.

Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu.

umur kehamilan

Posted On Juni 28, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

1. USIA KEHAMILAN
Rumusan yg baku dalam ilmu kebidanan yaitu rumus Naegele yg sudah dijelaskan oleh TS Inge, berdasarkan siklus haid yg 28 hari, rumus ini dapat dikembangkan sesuai siklus haid sang wanita, bila misalnya siklus 35 hari maka rumus dasar +7-3, diganti +14-3, bila 30 hari +9-3 dst.
Usia kehamilan normal adalah 40 minggu = 280 hari = 9 bulan 10 hari spt kebiasaan orang awam.
Disebut matur atau cukup bulan adalah diantara rentang 37 – 42 minggu , bila kurang 37 mg disebut prematur atau kurang bulan , bila lebih 42 mg disebut post-matur atau serotinus.
Alat USG adalah alat bantu diagnostik, karena itu jangan dipakai sbg dasar menhitung usia kehamilan kecuali bila memang hari pertama haid terakhir ( HPHT ) sama sekali tidak bisa diingat2lagi oleh siibu
Tetap patokan utama adalah HPHT dan USG akan membantu , bila tidak sesuai maka klinikus ( dokter )
akan mengevaluasi lebih lanjut dg data yg lain, apakah HPHT salah ataukah memang ada kelainan pada bayi yaitu gangguan pertumbuhan, entah SGA (=small for gestational age) atau LGA (=large for gestational age) yg tentu selanjutnya membutuhkan penanganan.
Selain itu untuk penentuan usia kehamilan, pemeriksaan USG harus dilakukan sedini mungkin, makin tua usia kehamilan makin besar kesalahan USG dalam menentukan usia kehamilan.
USG adalah sebuah instrumen “magic” dalam dunia kebidanan dan kedokteran pada umumnya, tetapi tetap jangan menjadi patokan satu2nya ( ini juga komentar saya seputar mailing :Alat Kedokteran )

2.GIZI
Wanita hamil memerlukan gizi yang cukup dan berimbang, untuk itu pegangan utama adalah tetap semboyan ” 4 SEHAT 5 SEMPURNA ” !
Jangan mudah termakan iklan, khususnya iklan2 food-supplement dan susu ibu hamil, makanan tambahan dan susu ibu hamil memang bagus, tapi sesuaikanlah dengan selera makan siibu dan jangan terbujuk oleh indahnya iklan2 tsb.
Perubahan pola makan biasanya terjadi sewaktu hamil trimester pertama ( lihat kembali diskusi MLDI mengenai hyperemesis gravidarum ! ), memasuki trimester II & III justru biasanya si bumil nafsu makannya bertambah dan kwantitas makannya pun bertambah, jangan lupakan kwalitas nya.
Tambahan yg jangan dilupakan adalah zat besi, bisa tablet fero-sulfat yg tersedia dimana2 dg harga murah sampai zat besi+multi vitamin buatan pabrik2 obat dg harga yg lebih mahal.

3.AKTIFITAS
Prinsipnya : wanita hamil adalah manusia sehat yang mengalami beberapa perubahan !
Aktifitas sehari2 yg normal dikerjakan bumil boleh terus dilakukan, tentunya dg lebih berhati2 dan jangan melakukan gerakan2 yg tiba2/tersentak karena sumbu tubuh bumil akan berubah, hindari alas kaki yg tinggi dan licin, pergunakan sepatu dg alas rendah utk keseimbangan badan bumil.
Olahraga boleh, tentu bukan yg kompetitif ( ingat Susi Susanti yg terpaksa mundur dari Asian Games );
dianjurkan berjalan kaki (bukan lari atau jogging ) dan berenang, olahraga permainan sebaiknya dihentikan ( tennis, bulutangkis, volley dsb ); dalam trimester III sebaiknya bumil melakukan senam hamil (ada buku petunjuknya, atau ikut latihan di RS atau RB )
Aktifitas seksual, sepanjang kehamilan normal, maka tetap boleh dilakukan sampai kehamilan cukup bulan; dianjurkan sang wanita yang mengendalikan shg bisa dicegah gerakan2 yg menimbulkan rasa sakit pada bumil ( disarankan posisi wanita diatas, atau side to side, atau rear-entry )
Orgasme yg dialami bumil memang akan menimbulkan kontraksi pada rahim tetapi tidak membahayakan, tidak tergantung bagaimana caranya bumil tsb mendapatkan orgasme nya.
Hygiene sangat perlu diperhatikan, jangan sampai bumil tertular penyakit kelamin dari partnernya

——————————————————————————–
** From: “Dr. Pantjer” (pantjer@tgl.mega.net.id)

DNA

Posted On Juni 28, 2007

Disimpan dalam iptek

Comments Dropped leave a response

For other uses, see DNA (disambiguation).

The structure of part of a DNA double helixDeoxyribonucleic acid, or DNA is a nucleic acid molecule that contains the genetic instructions used in the development and functioning of all known living organisms. The main role of DNA is the long-term storage of information and it is often compared to a set of blueprints, since DNA contains the instructions needed to construct other components of cells, such as proteins and RNA molecules. The DNA segments that carry this genetic information are called genes, but other DNA sequences have structural purposes, or are involved in regulating the use of this genetic information.

Chemically,
DNA is a long polymer of simple units called nucleotides, with a backbone made of sugars and phosphate atoms joined by ester bonds. Attached to each sugar is one of four types of molecules called bases. It is the sequence of these four bases along the backbone that encodes information. This information is read using the genetic code, which specifies the sequence of the amino acids within proteins. The code is read by copying stretches of DNA into the related nucleic acid RNA, in a process called transcription. Most of these RNA molecules are used to synthesize proteins, but others are used directly in structures such as ribosomes and spliceosomes.

Within cells, DNA is organized into structures called chromosomes and the set of chromosomes within a cell make up a genome. These chromosomes are duplicated before cells divide, in a process called DNA replication. Eukaryotic organisms such as animals, plants, and fungi store their DNA inside the cell nucleus, while in prokaryotes such as bacteria it is found in the cell’s cytoplasm. Within the chromosomes, chromatin proteins such as histones compact and organize DNA, which helps control its interactions with other proteins and thereby control which genes are transcribed.

Physical and chemical properties

The chemical structure of DNA.DNA is a long polymer made from repeating units called nucleotides.[1][2] The DNA chain is 22 to 24 Ångströms wide (2.2 to 2.4 nanometres), and one nucleotide unit is 3.3 Ångstroms (0.33 nanometres) long.[3] Although each individual repeating unit is very small, DNA polymers can be enormous molecules containing millions of nucleotides. For instance, the largest human chromosome, chromosome number 1, is 220 million base pairs long.[4]

In living organisms, DNA does not usually exist as a single molecule, but instead as a tightly-associated pair of molecules.[5][6] These two long strands entwine like vines, in the shape of a double helix. The nucleotide repeats contain both the segment of the backbone of the molecule, which holds the chain together, and a base, which interacts with the other DNA strand in the helix. In general, a base linked to a sugar is called a nucleoside and a base linked to a sugar and one or more phosphate groups is called a nucleotide. If multiple nucleotides are linked together, as in DNA, this polymer is referred to as a polynucleotide.[7]

The backbone of the DNA strand is made from alternating phosphate and sugar residues.[8] The sugar in DNA is 2-deoxyribose, which is a pentose (five carbon) sugar. The sugars are joined together by phosphate groups that form phosphodiester bonds between the third and fifth carbon atoms of adjacent sugar rings. These asymmetric bonds mean a strand of DNA has a direction. In a double helix the direction of the nucleotides in one strand is opposite to their direction in the other strand. This arrangement of DNA strands is called antiparallel. The asymmetric ends of a strand of DNA bases are referred to as the 5′ (five prime) and 3′ (three prime) ends. One of the major differences between DNA and RNA is the sugar, with 2-deoxyribose being replaced by the alternative pentose sugar ribose in RNA.[6]

The DNA double helix is stabilized by hydrogen bonds between the bases attached to the two strands. The four bases found in DNA are adenine (abbreviated A), cytosine (C), guanine (G) and thymine (T). These four bases are shown below and are attached to the sugar/phosphate to form the complete nucleotide, as shown for adenosine monophosphate.

These bases are classified into two types; adenine and guanine are fused five- and six-membered heterocyclic compounds called purines, while cytosine and thymine are six-membered rings called pyrimidines.[7] A fifth pyrimidine base, called uracil (U), usually takes the place of thymine in RNA and differs from thymine by lacking a methyl group on its ring. Uracil is not usually found in DNA, occurring only as a breakdown product of cytosine, but a very rare exception to this rule is a bacterial virus called PBS1 that contains uracil in its DNA.[9] In contrast, following synthesis of certain RNA molecules, a significant number of the uracils are converted to thymines by the enzymatic addition of the missing methyl group. This occurs mostly on structural and enzymatic RNAs like transfer RNAs and ribosomal RNA.[10]

Animation of the structure of a section of DNA. The bases lie horizontally between the two spiraling strands. Large version[11]The double helix is a right-handed spiral. As the DNA strands wind around each other, they leave gaps between each set of phosphate backbones, revealing the sides of the bases inside (see animation). There are two of these grooves twisting around the surface of the double helix: one groove, the major groove, is 22 Å wide and the other, the minor groove, is 12 Å wide.[12] The narrowness of the minor groove means that the edges of the bases are more accessible in the major groove. As a result, proteins like transcription factors that can bind to specific sequences in double-stranded DNA usually make contacts to the sides of the bases exposed in the major groove.[13]

plasenta previa

Posted On Juni 28, 2007

Disimpan dalam kebidanan

Comments Dropped leave a response

Placenta Praevia, artinya letak plasenta yang “didepan”,
menutupi jalan lahir, hal ini akan menimbulkan perdarahan.
Pada usia kehamilan kira2 3 bulan tidak/belum bisa dipastikan bahwa plasenta
tsb akan terus demikian letaknya, karena ada mekanisme alamiah yang membuat
plasenta bergeser keatas , dimulai sekitar kehamilan 7-8 bulan; karena itu
perlu dilakukan USG ulang pada usia 7-8 bulan dan sekali lagi menjelang
persalinan untuk melihat letak plasenta, semoga bisa bergeser keatas dan
tidak lagi menutupi jalan lahir sehingga bisa diharapkan persalinan spontan
melalui jalan lahir/vagina.
Istirahat baring/bed rest hanya bila masih ada perdarahan, bila sudah
berhenti pasien boleh mulai mobilisasi kembali.